1. Pengertian
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi saraf optikus, dan menciutnya lapang pandang.
☺ Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan (Mayenru Dwindra, 2009).
☺ Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal atau lebih tinggi dari pada normal yang mengakibatkan kerusakan saraf penglihatan dan kebutaan (Sidarta Ilyas, 2004).
☺ Glaukoma adalah adanya kesamaan kenaikan tekanan intra okuler yang berakhir dengan kebutaan (Fritz Hollwich, 1993).
☺ Martinelli (1991) dalam Sunaryo Joko Waluyo (2009), bahwa Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala peningkatan tekanan intra okuler (TIO), dimana dapat mengakibatkan penggaungan atau pencekungan papil syaraf optik sehingga terjadi atropi syaraf optik, penyempitan lapang pandang dan penurunan tajam pengelihatan.
☺ Glaukoma adalah penyakit degeneratif yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intraokular pada bola mata (ketegangan mata). Tekanan tinggi ini terjadi apabila produksi humor akuos (cairan bola mata) yang berlebihan, atau bisa juga karena sistem drainase (jaringan trabekula) tersumbat/terganggu. Peningkatan tekanan intraokular secara terus menerus akan mengakibatkan kerusakan saraf optik. Glaukoma di bedakan atas 2 macam yaitu glaukoma akut dan glaukoma kronik. (Ramli, R. 2012. Glaucoma definisi penyebab gejala diagnosa dan pengobatan. www.pustakakesehatan.com)
2. Klasifikasi
Klasifikasi dari glaukoma adalah sebagai berikut (Sidarta Ilyas, 2003) :
a. Glaukoma primer
1) Glaukoma sudut terbuka
Merupakan sebagian besar dari glaukoma (90-95%), yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara lambat. Disebut sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan trabekular, saluran schleem, dan saluran yg berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul.
2) Glaukoma sudut tertutup (sudut sempit)
Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat humor aqueous mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri mata yang berat, penglihatan yang kabur dan terlihat hal. Penempelan iris menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.
b. Glaukoma sekunder
Dapat terjadi dari peradangan mata, perubahan pembuluh darah dan trauma . Dapat mirip dengan sudut terbuka atau tertutup tergantung pada penyebab :
1) Perubahan lensa
2) Kelainan uvea
3) Trauma
4) Bedah
c. Glaukoma kongenital
1) Primer atau infantil
2) Menyertai kelainan kongenital lainnya
d. Glaukoma absolut
Merupakan stadium akhir glaukoma (sempit/terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan siliar, alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.
Berdasarkan lamanya, glaukoma terdiri dari:
A. Glaukoma Akut
Glaukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intraokuler yang meningkat mendadak sangat tinggi (Mansjoer, Arif. 2000).
1. Etiologi
Dapat terjadi primer, yaitu timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik mata depan yang sempit pada kedua mata, atau secara sekunder sebagai akibat penyakit mata lain. Yang paling banyak dijumpai adalah bentuk primer, menyerang pasien usia 40 tahun atau lebih.
2. Faktor Predisposisi
Pada bentuk primer, faktor predisposisinya berupa pemakaian obat-obatan midriatik, berdiam lama di tempat gelap, dan gangguan emosional. Bentuk sekunder sering disebabkan hifema, luksasi/subluksasi lensa, katarak intumesen atau katarak hipermatur, uveitis dengan suklusio/oklusio pupil dan iris bombe, atau pasca pembedahan intraokuler.
3. Manifestasi klinik
a. Mata terasa sangat sakit. Rasa sakit ini mengenai sekitar mata dan daerah belakang kepala.
b. Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah , kadang-kadang dapat mengaburkan gejala glaukoma akut.
c. Tajam penglihatan sangat menurun.
d. Terdapat halo atau pelangi di sekitar lampu yang dilihat.
e. Konjungtiva bulbi kemotik atau edema dengan injeksi siliar.
f. Edema kornea berat sehingga kornea terlihat keruh.
g. Bilik mata depan sangat dangkal dengan efek tyndal yang positif, akibat timbulnya reaksi radang uvea.
h. Pupil lebar dengan reaksi terhadap sinar yang lambat.
i. Pemeriksaan funduskopi sukar dilakukan karena terdapat kekeruhan media penglihatan.
j. Tekanan bola mata sangat tinggi.
k. Tekanan bola mata antara dua serangan dapat sangat normal.
l. Pada perabaan, bola mata yang sakit teraba lebih keras disbanding sebelahnya
4. Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran dengan tonometri Schiotz menunjukkan peningkatan tekanan.
Perimetri, Gonioskopi, dan Tonografi dilakukan setelah edema kornea menghilang.
5. Penatalaksanaan
Tekanan intraocular harus diturunkan secepatnya dengan memberikan asetazolamid 500 mg dilanjutkan 4x250 mg, solusio gliserin 50% 4x 100-150 ml dalam air jeruk, penghambat beta adrenergic 0,25-0,5 % 2x1 dan KCl 3x 0,5 g. diberikan pula tetes mata kortikosteroid dan antibiotic untuk mengurangi reaksi inflamasi.
Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi tekanan intraokuler (TIO) dan keadaan mata. Bila TIO tetap tidak turun, lakukan operasi segera. Sebelumnya berikan infus manitol 20% 300-500 ml, 60 tetes/menit. Jenis operasi, iridektomi atau filtrasi, ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan gonoskopi setelah pengobatan medikamentosa (Mansjoer, Arif. 2000).
B. Glaukoma Kronik
Glaukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan bola mata sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen (Mansjoer, Arif. 2000).
1. Etiologi
Keturunan dalam keluarga, diabetes melitus, arteriosklerosis, pemakaian kortikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan progresif.
2. Manifestasi klinik
Gejala-gejala terjadi akibat peningkatan tekanan bola mata. Penyakit berkembang secara lambat namun pasti. Penampilan bola mata seperti normal dan sebagian tidak mempunyai keluhan pada stadium dini. Pada stadium lanjut keluhannya berupa pasien sering menabrak karena pandangan gelap, lebih kabur, lapang pandang sempit, hingga kebutaan permanen.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tekanan bola mata dengan palpasi dan tonometri menunjukkan peningkatan. Nilai dianggap abnormal 21-25 mmHg dan dianggap patologik diatas 25 mmHg. Pada funduskopi ditemukan cekungan papil menjadi lebih lebar dan dalam, dinding cekungan bergaung, warna memucat, dan terdapat perdarahan papil. Pemeriksaan lapang pandang menunjukkan lapang pandang menyempit, depresi bagian nasal, tangga Ronne, atau skotoma busur.
4. Penatalaksanaan
Pasien diminta datang teratur 6 bulan sekali, dinilai tekanan bola mata dan lapang pandang. Bila lapang pandang semakin memburuk, meskipun hasil pengukuran tekanan bola mata dalam batas normal, terapi ditingkatkan. Dianjurkan berolahraga dan minum harus sedikit-sedikit.
Bila kepatuhan pasien rendah, dapat dilakukan operasi atau laser sesuai penyebabnya. Misalnya iridotomi, trabekuloplasti dengan fotokoagulasi laser, iridektomi, filtrasi, dll.
3. Penyebab
Penyebab dari glaukoma adalah sebagai berikut (Sidharta Ilyas, 2004)
a. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan cilliary.
b. Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau dicelah pupil
Faktor-faktor resiko dari glaukoma adalah (Bahtiar Latif, 2009)
a. Umur
Resiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat 2 % dari populasi usia 40 tahun yang terkena glaukoma. Angka ini akan bertambah dengan bertambahnya usia.
b. Riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma
Untuk glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita glaukoma mempunyai resiko 6 kali lebih besar untuk terkena glaukoma. Resiko terbesar adalah kakak adik kemudian hubungan orang tua dan anak-anak.
Sebaiknya periksakan mata setiap 2 tahun. Ada penyebab lain yang dapat menimbulkan Glaukoma yaitu :
• Diabetes
• Tekanan darah tinggi
• Miopia (rabun jauh)
• Kecelakaan/operasi pada mata
• Menggunakan steroid (cortisone) dalam jangka waktu lama
• Migrain atau penyempitan pembuluh darah otak (sirkulasi buruk)
c. Tekanan bola mata
Tekanan bola mata diatas 21 mmHg beresiko tinggi terkena glaukoma. Meskipun untuk sebagian individu, tekanan bola mata yang lebih rendah sudah dapat merusak saraf optik. Untuk mengukur tekanan bola mata dapat dilakukan dirumah sakit mata atau pada dokter spesialis mata.
d. Obat-obatan
Pemakai steroid secara rutin misalnya pemakai obat tetes mata yang mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk penderita asthma, obat steroid untuk radang sendi, dan pemakai obat secara rutin lainnya.
4. Patofisiologi
Aqueus humor secara kontinue diproduksi oleh badan silier (sel epitel prosesus ciliary bilik mata belakang untuk memberikan nutrien pada lensa. Aqueua humor mengalir melalui jaring-jaring trabekuler, pupil, bilik mata depan, trabekuler mesh work dan kanal schlem. Tekana intra okuler (TIO) dipertahankan dalam batas 10-21 mmhg tergantung keseimbangan antara produksi dan pegeluaran (aliran) AqH di bilik mata depan.
Peningkatan TIO akan menekan aliran darah ke syaraf optik dan retina sehingga dapat merusak serabut syaraf optik menjadi iskemik dan mati. Selanjutnya menyebabkan kerusakan jaringan yang dimula dari perifer menuju ke fovea sentralis. Hal ini menyebabkan penurunan lapang pandang yang dimulai dari derah nasal atas dan sisa terakhir pada temporal (Sunaryo Joko Waluyo, 2009).
5. Manifestasi Klinis
Umumnya dari riwayat keluarga ditemukan anggota keluarga dalam garis vertical atau horizontal memiliki penyakit serupa, penyakit ini berkembang secara perlahan namun pasti, penampilan bola mata seperti normal dan sebagian besar tidak menampakan kelainan selama stadium dini. Pada stadium lanjut keluhan klien yang mincul adalah sering menabrak akibat pandangan yang menjadi jelek atau lebih kabur, lapangan pandang menjadi lebih sempit hingga kebutaan secara permanen. Gejala yang lain adalah : (Harnawartiaj, 2008).
a. Mata merasa dan sakit tanpa kotoran.
b. Kornea suram.
c. Disertai sakit kepala hebat terkadang sampai muntah.
d. Kemunduran penglihatan yang berkurang cepat.
e. Nyeri di mata dan sekitarnya.
f. Udema kornea.
g. Pupil lebar dan refleks berkurang sampai hilang.
h. Lensa keruh.
Selain itu glaucoma akan memperlihatkan gejala sebagai berikut :
a. Tekanan bola mata yang tidak normal
b. Rusaknya selaput jala
c. Menciutnya lapang penglihatan akibat rusaknya selaput jala yang dapat berakhir dengan kebutaan.
6. Komplikasi
Komplikasi dari glaukoma menurut berbagai sumber yang salah satunya adalah kebutaan.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut (Harnawartiaj, 2008) :
a. Oftalmoskopi : Untuk melihat fundus bagian mata dalam yaitu retina, discus optikus macula dan pembuluh darah retina.
b. Tonometri : Adalah alat untuk mengukurtekanan intra okuler, nilai mencurigakan apabila berkisar antara 21-25 mmhg dan dianggap patologi bila melebihi 25 mmhg. Tonometri dibedakan menjadi dua antara lain (Sidharta Ilyas, 2004) :
1) Tonometri Schiotz
Pemakaian Tonometri Schiotz untuk mengukur tekanan bola mata dengan cara sebagai berikut:
a) Penderita di minta telentang
b) Mata di teteskan tetrakain
c) Ditunggu sampai penderita tidak merasa pedas
d) Kelopak mata penderita di buka dengan telunjuk dan ibu jari (jangan menekan bola mata penderita)
e) Telapak tonometer akan menunjukkan angka pada skala tonometer
Pembacaan skala dikonversi pada tabel untuk mengetahui bola mata dalam milimeter air raksa.
a) Pada tekanan lebih tinggi 20 mmHg di curigai adanya glaukoma.
b) Bila tekanan lebih dari pada 25 mmHg pasien menderita glaukoma.
2) Tonometri Aplanasi
Dengan tonometer aplanasi diabaikan tekanan bola mata yang dipengaruhi kekakuan sklera (selaput putih mata). Teknik melakukan tonometri aplanasi adalah :
a) Diberi anestesi lokal tetrakain pada mata yang akan diperiksa
b) Kertas fluorosein diletakkan pada selaput lendir
c) Di dekatkan alat tonometer pada selaput bening maka tekanan dinaikkan sehingga ingkaran tersebut mendekat sehingga bagian dalam terimpit
d) Dibaca tekanan pada tombol putaran tonometer aplanasi yang memberi gambaran setengah lingkaran berimpit. Tekanan tersebut merupakan tekanan bola mata.
e) Dengan tonometer aplanasi bila tekanan bola mata lebih dari 20 mmHg dianggap sudah menderita glaukoma.
c. Pemeriksaan lampu-slit.
Lampu-slit digunakan untuk mengevaluasi oftalmik yaitu memperbesar kornea, sclera dan kornea inferior sehingga memberikan pandangan oblik ke dalam tuberkulum dengan lensa khusus.
d. Perimetri
Kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang pandangan yang khas pada glaukoma. Secara sederhana, lapang pandangan dapat diperiksa dengan tes konfrontasi.
e. Pemeriksaan Ultrasonografi
Ultrasonografi dalam gelombang suara yang dapat digunakan untuk mengukur dimensi dan struktur okuler. Ada dua tipe ultrasonografi yaitu :
1) A-Scan-Ultrasan. Berguna untuk membedakan tumor maligna dan benigna, mengukur mata untuk pemasangan implant lensa okuler dan memantau adanya glaucoma congenital.
2) B-Scan-Ultrasan. Berguna untuk mendeteksi dan mencari bagian struktur dalam mata yang kurang jelas akibat adanya katarak dan abnormalitas lain.
8. Penatalaksanaan
Glaukoma bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, glaukoma dapat dicegah untuk menghambat kerusakan lanjut dari lapang pandangan dan rusaknya saraf penglihat. Tujuan penatalaksanaan adalah menurunkan TIO ke tingkat yang konsisten dengan mempertahankan penglihatan, penatalaksanaan berbeda-beda tergantung klasifikasi penyakit dan respons terhadap terapi (Harnawartiaj, 2008) :
a. Terapi obat.
1) Aseta Zolamit (diamox, glaupakx) 500 mg oral.
2) Pilokarpin Hcl 2-6 % 1 tts / jam.
b. Bedah lazer.
Penembakan lazer untuk memperbaiki aliran humor aqueus dan menurunkan TIO.
c. Bedah konfensional.
d. Iredektomi perifer atau lateral dilakukan untuk mengangkat sebagian iris untuk memungkinkan aliran humor aqueus dari kornea posterior ke anterior. Trabekulektomi (prosedur filtrasi) dilakukan untuk menciptakan saluran balu melalui sclera.
9. Pengobatan
Pengobatan Glaukoma Tergantung pada jenisnya. Glaukoma sudut terbuka (Glaukoma akut) 90 persen kasus biasanya terjadi pada orang diatas 55 tahun, penderita diabetes dan rabun jauh (myopia). Pengobatan glaukoma dapat dikendalikan dengan obat topikal (obat tetes mata), operasi, terapi laser (Laser iridotomy, Laser trabeculoplasty, Laser cilioablation) atau implantasi katup, untuk memudahkan drainase guna mengurangi tekanan intraocular. Glaukoma sudut sempit (kronis) kurang umum terjadi dan dapat bermanifestasi dengan nyeri mata, sakit kepala, penglihatan kabur, mual dan muntah.
Jumat, 30 Agustus 2013
Rabu, 15 Desember 2010
welcome to my blog .. I've created this blog to complete my task,,
Mempertahankan Kebugaran Klien Lanjut Usia
v Kesegaran Jasmani
Kesegaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk melaksanakan tugas sehari-hari tanpa mengalami kelelahan yang berarti dan masih memiliki cadangan tenaga untukmenikmati waktu senggangnya dengan baik (Pudjiastuti dan Utomo, 2003).
Kesegaran/kebugaran jasmani pada lansia adalah kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan, yaitu kebugaran jantung-paru, peredaran darah, kekuatan otot, dan kelenturan sendi.
Untuk memperoleh kesegaran jasmani yang baik, harus melatih semua komponen dasar kesegaran jasmani yang terdiri atas:
- ketahanan jantung, peredaran darah dan pernafasan
- ketahanan otot
- kekuatan otot serta kelenturan tubuh
Intensitas Latihan
Intensitas latihan yang telah kita lakukan dapat dipantau melalui perhitungan denyut nadi dengan cara meraba pergelangan tangan menggunakan tiga jari tengah tangan yang lain. Untuk mengetahui intensitas latihan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Umur | Zona latihan (denyut nadi per menit) |
55 tahun | 115-140 |
56 tahun | 115-139 |
57 tahun | 114-138 |
58 tahun | 113-138 |
59 tahun | 113-137 |
60 tahun | 112-136 |
Contohnya, untuk lansia yang berusia 55 tahun harus meakukan latihan sehingga denyut nadinya mencapai lebih dari 115/menit dan tidak melampaui 140/menit. Apabila waktu melakukan latihan denyut nadi tidak mencapai 115 denyut per menit, maka latihan kurang bermanfaat untuk memperbaiki kesegaran jasmani. Akan tetapi, bila melampaui 140 denyut per menit, maka latihan dapat membahayakan kesehatan.
1. Lamanya Latihan
Latihan akan bermanfaat untuk meningkatkan kesegaran jasmani jika dilaksanakan dalam zona latihan paling sedikit 15 menit.
2. Frekuensi Latihan
Untuk memperbaiki dan mempertahankan kesegaran jasmani, maka latihan harus dilakukan paling sedikit tiga hari atau sebanyak-banyaknya lima hari dalam satu minggu. Misalnya hari senin, rabu, dan jumat. Jadwal bergantung waktu kita. Bila latihan diluar gedung sebaiknya pagi hari sebelum pukul 10.00 atau sore hari setelah pukul 15.00.
Manfaat Kesegaran Jasmani
Manfaat kesegaran jasmani dapat dirasakan secara fisiologis, psikologis dan sosial.
1. Manfaat fisiologis
Ø Dampak langsung dapat membantu:
- Mengatur kadar gula darah
- Merangsang adrenalin dan noradrenalin
- Peningkatan kualitas dan kuantitas tidur
Ø Dampak jangka panjang dapat meningkatkan:
- Daya tahan aerobik/kardiovaskuler
- Kekuatan otot rangka
- Kelenturan
- Keseimbangan dan koordinasi gerak sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan (jatuh)
- Kelincahan gerak
2. Manfaat psikologis
Ø Dampak langsung dapat membantu:
- Memberi perasaan santai
- Mengurangi ketegangan dan kecemasan
- Meningkatkan perasaan senang
Ø Dampak jangka panjang dapat meningkatkan:
- Kesegaran jasmani dan rohani secara utuh
- Kesehatan jiwa
- Fungsi kognitif
- Penampilan dan fungsi motorik
- Keterampilan
3. Manfaat sosial
Ø Dampak langsung dapat membantu:
- Pemberdayaan usia lanjut
- Peningkatan intregitas sosial dan kultur
Ø Dampak jangka panjang meningkatkan:
- Keterpaduan
- Hubungan kesetiakawanan sosial
- Jaringan kerja sama sosial budaya
- Pertahanan peranan dan pembentukan peran baru
- Kegiatan antargenerasi
Secara keseluruhan manfaat kesegaran jasmani bagi kelompok lansia, yaitu dapat meringankan biaya pemeliharaan kesehatan, meningkatkan produktivitas, serta mengangkat derajat dan martabat lansia.
Prinsip Program Latihan Fisik
Program latihan fisik mempunyai prinsip sebagai berikut:
- Membantu tubuh agar tetap bergerak/berfungsi
- Menaikkan kemampuan daya tahan tubuh
- Memberi kontak psikologis dengan sesama sehingga tidak merasa terasing
- Mencegah terjadinya cedera
- Mengurangi/menghambat proses penuaan
Ketentuan-ketentuan Latihan Fisik
Ketentuan-ketentuan latihan fisik dapat meliputi hal-hal di bawah ini:
- Latihan fisik harus disenangi/diminati.
- Latihan fisik harus disesuaikan dengan kondisi kesehatan (ada kelainan/penyakit atau tidak).
- Latihan fisik sebaiknya bervariasi.
- Latihan fisik sebaiknya bersifat aerobik, yaitu berlangsung lama dan ritmis (berulang-ulang), contohnya berjalan kaki, joging, bersepeda, berenang dan senam aerobik.
- Dosis latihan fisik adalah sebagai berikut:
Ø Lama latihan minimal 15-45 menit secara kontinu
Ø Frekuensi latihan 3-4 kali/minggu (belum termasuk pemanasan dan pendinginan)
Ø Intensitas latihan: 60-8% denyut nadi maksimal (DNM) di mana DNM = 220 - usia
- Pada awal latihan lakukan dahulu pemanasan, peregangan, kemudian latihan inti. Pada akhir latihan lakukan pendinginan dan peregangan lagi (memeriksa tekanan darah dan nadi penting dilakukan terlebih dulu).
- Sebelum melakukan latihan, minum terlebih dulu untuk menggantikan keringat yang hilang. Bila memungkinkan, minumlah air sebelum, selama dan sesudah berlatih.
- Latihan dilakukan minimal dua jam setelah makan agar tidak mengganggu pencernaan. Kalau latihan pagi hari tidak perlu makan sebelumnya.
- Latihan diawasi seorang pelatih agar tidak terjadi cedera.
- latihan dilakukan secara lambat, tidak boleh eksplosif, di samping itu gerakan tidak boleh menyentak dan memutar terutama untuk tulang belakang.
- Pakaian yang digunakan terbuat dari bahan yang ringan dan tipis serta jangan memakai pakaian tebal dan sangat menutup badan.
- Jenis sepatu sebaiknya sepatu lari atau sepatu untuk berjalan kaki yang mempunyai sol/bantalan yang tebal pada daerah tumit. Gunakan sepatu khusus untuk lansia yang memiliki kelainan kaki.
- Waktu latihan sebaiknya pagi dan sore hari, bukan pada siang hari bila latihan dilakukan di luar gedung.
- Tempatlatihan sebaiknya berupa lapangan atau taman.
- Landasan tempat latihan tidak terlalu keras dan dianjurkan untuk berlatih di atas tanah atau rumput, bukan di atas lantai ubin atau semen yang keras, hal ini untuk mencegah cedera kaki dan tungkai.
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Saat Melakukan Latihan Fisik
Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan saat melakukan latihan fisik:
- Komponen-komponen kesegaran jasmani yang dilatih meliputi ketahanan kardiopulmonal, kelenturan, kekuatan otot, komposisi tubuh, keseimbangan dan kelincahan gerak.
- Selalu memerhatikan keselamatan/menghindari cedera.
- Latihan dilakukan secara teratur dan tidak terlalu berat sesuai dengan kemampuan.
- Latihan dalam bentuk permainan ringan sangat dianjurkan.
- Latihan dilakukan dengan dosis berjenjang atau dosis dinaikkan sedikit demi sedikit.
- Hindari kompetisi dalam bentuk apapun.
Bagi mereka yang berusia lebih dari 60 tahun, perlu melaksanakan olahraga secara rutin untuk mempertahankan kebugaran jasmani dan memelihara serta mempertahankan kesehatan di hari tua. Salah satu komponen kebugaran jasmani yang dapat dilatih adalah kelenturan (flexibility) yang merupakan kemampuan untuk menggerakkan otot dan sendi pada seluruh daerah pergerakannya. Kurang gerak dapat menimbulkan kelesuan dan menurunkan kualitas fisik yang berdampak seseorang akan lebih sering/mudah terserang penyakit. Untuk itu latihan fisik secara teratur perlu dilaksanakan.
Teknik dan Cara berlatih
Teknik dan cara berlatih yang dilakukan terbagi dalam tiga segmen seperti yang dijelaskan di bawah ini:
- Pemanasan (warming up)
Gerakan umum (yang melibatkan sebanyak-banyaknya otot dan sendi) dilakukan secara lambat dan hati-hati. Pemanasan dilakukan bersama dengan peregangan (stretching). Lamanya kira-kira 8-10 menit.
Pada 5 menit terakhir pemanasan dilakukan lebih cepat. Pemanasan dimaksud untuk mengurangi cedera dan mempersiapkan sel-sel tubuh agar dapat turut serta dalam proses metabolisme yang meningkat.
- Latihan inti
Latihan inti bergantung pada komponen/faktor yang dilatih. Gerakan senam dilakukan berurutan dan dapat diiringi oleh musik yang disesuaikan dengan gerakannya. Untuk lansia biasanya dilatih:
Ø Daya tahan (endurance);
Ø Kardiopulmonal dengan latihan-latihan yang bersifat aerobik;
Ø Fleksibilitas dengan peregangan;
Ø Kekuatan otot dengan latihan beban;
Ø Komposisi tubuh dapat diatur dengan pengaturan pola makan latihan aerobik kombinasi dengan latihan beban kekuatan.
- Pendinginan (cooling down)
Dilakukan secara aktif. Artinya, sehabis latihan inti perlu dilakukan gerakan umum yang ringan sampai suhu tubuh kembali normal yang ditandai dengan pulihnya denyut nadi dan terhentinya keringat. Pendinginan dilakukan seperti pada pemanasan,yaitu selama 8-10 menit.
Macam-macam Olahraga/Latihan Fisik yang Baik bagi Lansia
Beberapa contoh olahraga/latihan fisik yang dapat dilakukan oleh lansia untuk meningkatkan dan memelihara kebugaran, kesegaran dan kelenturan fisiknya adalah sebagai berikut.
1. Pekerjaan rumah dan berkebun
Kegiatan ini dapat memberikan suatu latihan yang dibutuhkan untuk menjaga kesegaran jasmani. Akan tetapi harus dikerjakan secara tepat agar nafas sedikit lebih cepat, denyut jantung lebih cepat dan otot menjadi lelah. Dengan demikian, tubuh kita akan mengeluarkan keringat. Jika rumah/kebun tidak terlalu luas untuk melaksanakan kegiatan ini atai sudah ada yang mengerjakan hal ini, maka harus dicari kegiatan olahraga lain atau kegemaran.
2. Berjalan-jalan
Berjalan-jalan sangat baik untuk meregangkan otot-otot kaki dan bila jalannya makin lama makin cepat akan bermanfaat untuk daya tahan tubuh. Jika melangkah dengan panjang dan mengayunkan lengan 10-20 kali, maka dapat melenturkan tubuh. Hal ini bergantung pada kebiasaan. Jika berjalan merupakan bentuk latihan yang diinginkan, maka cobalah untuk dikombinasikan dengan bentuk olahraga lain. Joging atau berlari-lari bagi lansia juga sering dilakukan walaupun sebenarnya lebih baik berjalan cepat.
3. Jalan cepat
Jalan cepat adalah olahraga lari yang bukan untuk perlombaan dan dilakukan dengan kecepatan di bawah 11 km/jam atau di bawah 5,5 menit/km.
Jalan cepat berguna untuk mempertahankan kesehatan dan kesegaran jasmani, latihan ini termasuk cara yang aman bagi lansia. Selain itu, biayanya murah dan menyenangkan, mudah, serta berguna apabila dilakukan dengan benar.
Jalan cepat berguna untuk memperbaiki kemampuan pengambilan zat asam (O2), berarti memperbaiki fungsi jantung, paru-paru, peredaran darah dan lain-lain. Akan lebih baik jika dikombinasi dengan bentuk dan latihan yang lain seperti senam, renang, serta latihan kekuatan otot agar otot tubuh bagian atas dan bawah seimbang. Bagi lansia yang mengidap penyakit sebaiknya konsultasikan dulu dengan dokter.
Jalan dapat dilakukan di mana saja terutama di luar rumah. Akan lebih baik bila dilakukan di lapangan rumput dan menggunakan sepatu olahraga yang lentur dengan alas yang tebal dan lunak, menggunakan kaos kaki, pakaian yang ringan dan tidak ketat. Hindari jalan di tempat keras terutama bagi mereka yang berat badannya berlebihan.
Jalan cepat dapat dilakukan sendiri atau bersama-sama. Posisi yang dianjurkan adalah pandangan lurus ke depan, bernafas normal melalui hidung atau mulut, kepala dan badan lemas serta tegak, tangan digenggam ringan, kaki mendapat di tumit atau pertengahan telapak kaki, langkah tidak terlalu besar, serta ujung kaki mengarah ke depan.
Jalan cepat dilakukan dengan frekuesi 3-5 kali seminggu, lama latihan 15-30 menit dan dilakukan tidak kurang dari 2 jam setelah makan.
Apabila nafas mulai susah atau dada terasa sakit maka latihan harus dihentikan
Intensitas: lakukan 60-80% dari denyut nadi maksimum. DNM = 200 – umur.
Contoh: umur 60 - tahun, DNM: 200 kali/menit – 60 = 140 kali/menit. 60% dari denyut nadi maksimum = 60/100 x 140 menit = 84 kali/menit.
80/100 x 160/menit = 112 kali/menit.
Jadi intensitasnya: 84-112 kali/menit.
Artinya, jika seseorang berusia 60 tahun melakukan latihan, denyut nadi sebaiknya bisa melebihi 84 kali/menit dan tidak lebih dari 112 kali/menit.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan secara medis.
Ø Latihan dimulai dengan dosis berjenjang (naik perlahan-lahan).
Ø Lakukan secara teratur dan tidak terlalu berat.
Ø Didahului dengan senam ringan dan jalan ringan serta regangan otot.
Ø Tidak boleh berhenti mendadak tetapi harus perlahan-lahan.
Ø Bila merasa tak enak badan, jangan jogging, demikian juga kalau sakit atau tidur kurang dari 4 jam.
Ø Minum air putih yang banyak.
Ø Perhatikan kontraindikasi latihan seperti:
• Adanya penyakit infeksi;
• Hipertensi ebih dari 18 mmHg sistolik dan 120 mmHg diastolik;
• Berpenyakit berat dan dilarang oleh dokter.
Ø Sakit-sakit pada otot dapat dihindari dengan latihan yang takarannya sesuai.
4. Renang
Renang adalah olahraga yang paling baik dilakukan untuk menjaga kesehatan. Dikatakan demikian karena pada saat berenang hampir semua otot tubuh bergerak, sehingga kekuatan otot semakin meningkat. Namun olahraga renang kurang diminati dan segan melakukannya, mengingat keadaan sulit lansia atau pakaian yang harus digunakan.
Olaharga renang biasanya baik untuk orang-orang yang menderita penyakit lemah otot atau kaku sendi juga dapat melancarkan peredaran darah asalkan dilakukan secara teratur.
5. Bersepeda
Seperti renang, bersepeda baik bagi penderita artritis, karena tidak menyentuh lantai yang akan menyebabkan sakit pada sendi-sendinya seperti jenis latihan jalan cepat.
Bersepeda baik untuk meningkatkan peregangan dan daya tahan, tetapi tidak menambah kelenturan pada derajat yang lebih tinggi. Bentuk-bentuk lain yang dapat dilakukan adalah tenis meja dan tenis. Kegiatan-kegiatan ini dapat dilakukan sesuai kemampuan dan harus disertai latihan aerobik.
6. Senam
Manfaat melakukan senam secara teratur dan benar dalam jangka waktu yang cukup adalah sebagai berikut.
Ø Mempertahankan atau meningkatkan taraf kesegaran jasmani yang baik.
Ø Mengadakan koreksi terhadap kesalahan sikap dan gerak
Ø Membentuk sikap dan gerak
Ø Memperlambat proses degenerasi karena perubahan usia
Ø Membentuk kondisi fisik (kekuatan otot, kelenturan, keseimbangan, ketahanan, keluwesan dan kecepatan)
Ø Membentuk berbagai sikap kejiwaan (membentuk keberanian, kepercayaan diri, kesiapan diri dan kesanggupan bekerja sama)
Ø Memberikan rangsangan bagi saraf-saraf yang lemah, khususnya bagi lansia
Ø Memupuk rasa tanggung jawab terhadap kesehatan diri sendiri dan masyarakat.
Olahraga/Latihan Fisik yang Membahayakan bagi Lansia
Olahraga bertujuan untuk meningkatkan kesehatan tubuh, namun tidak semua olahraga baik dilakukan oleh lansia. Ada beberapa macam gerakan yang dianggap membahayakan saat berolahraga.
Gerakan-gerakan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sit-up dengan kaki lurus
Cara-cara sit-up yang dilakukan dengan kaki lurus dan lutut dipegang dapat menyebabkan masalah padapunggung. Oleh karena sit-up cara klasik ini menyebabkan otot liopsoas/fleksor pada punggung (otot yang melekat pada kolumna vertebralis dan femur) menanggung semua beban. Otot ini merupakan otot terkuat di daerah perut. Jika fleksor punggung ini digunakan, maka pinggul terangkat ke depan dan otot-otot kecil pada punggung akan berkontraksi, sehingga punggung kita akan melengkung. Jadi, latihan seperti ini akan menyebabkan pemendekan otot punggung bagian bawah dan paha. Akhirnya menyebabkan pinggul terangkat ke atas secara permanen dan lengkung lordosis menjadi lebih banyak, sehingga menimbulkan masalah pada pinggang.
Tetapi bila kita membengkokkan lutut pada waktu latihan sit-up, otot-otot fleksor panggul tidak bergerak. Dengan cara demikian, semua badan bertumpu pada otot perut dan kecil kemungkinan terjadinya trauma pada pinggang bagian bawah.
2. Meraih ibu jari kaki
Kadang-kadang untuk mengecilkan atau menguatkan perut diadakan latihan meraih ibu jari kaki. Latihan-latihan ini selain tidak dapat mencaai ujuan, yaitu mengecilkan perut, juga kurang baik karena dapat menyebabkan cedera. Sebetulnya latihan-latihan meraih ibu jari kaki adalah latihan untuk menguatkan otot-otot punggung bagian bawah.
Gerakan ini akan menyebabkan lutut menjadi hiperekstensi. Sebagai konsekuensinya, tekanan yang cukup berat akan menimpa vertebra lumbalis yang akhirnya menyebabkan keluhan-keluhan pada punggung bagian bawah. Kadang-kadang hal ini dapat menyebabkan gangguan pada diskus invertebralis.
3. Mengangkat kaki
Mengangkat kaki pada posisi tidur terlentang sampai kaki terangkat ± 15 cm dari lantai, kemudian ditahan beberapa saat selama mungkin. Latihan ini tidak baik, karena dapat menyebabkan rasa sakit pada punggung bagian bawah (low back pain) dan menyebabkan terjadinya lordosis yang dapat menyebabkan gangguan pada punggung.
Bahaya yang ditimbulkan ialah otot-otot perut tidak cukup kuat untuk menahan kaki setinggi 15 cm dari lantai dalam waktu yang cukup lama dan kaki tidak dapat menahan punggung bagian bawah. Akibatnya terjadi rotasi pelvis ke depan. Rotasi ini menyebabkan gangguan dari punggung bagian bawah.
4. Melengkungkan punggung
Gerakan hiperekstensi ini banyak dilakukan dengan tujuan meregangkan otot perut agar otot perut menjadi lebih kuat. Hal ini kurang benar, karena dengan melengkungkan punggung tidak akan menguatkan otot perut, melainkan melemahkan persendian tulang punggung.
TREN & ISU PELAYANAN KESEHATAN LANSIA
(Azas Hukum dan Organisasi)
v Lansia dalam Kependudukan di Indonesia
Pada tahun 2000 jumlah lansia di Indonesia diproyeksikan sebesar 7,28% dan pada tahun 2020 menjadi sebesar 11,34% (BPS, 1992). Bahkan data Biro Sensus Amerika Serikat memperkirakan Indonesia akan mengalami pertambahan warga lanjut usia terbesar di seluruh dunia pada tahun 1992-2025, yaitu sebesar 414% (Kinsella dan Taeuber, 1993).
Menurut Dinas Kependudukan Amerika Serikat (1999), jumlah populasi lansia berusia 60 tahun atau lebih diperkirakan hampir mencapai 600 juta orang dan diproyeksikan menjadi 2 miliar pada tahun 2050. Pada saat itu lansia akan melebihi jumlah populasi anak (0-14 tahun).
Proyeksi penduduk oleh Biro Pusat Statistik menggambarkan bahwa antara tahun 2005-2010 jumlah lansia akan sama dengan jumlah anak balita, yaitu sekitar 19 juta jiwa atau 8,5% dari seluruh jumlah penduduk.
Seiring dengan berkembangnya Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat perkembangan yang cukup baik, maka makin tinggi pula harapan hidup penduduknya. Diproyeksikan harapan hidup orang Indonesia dapat mencapai 70 tahun pada tahun 2000. Perlahan tapi pasti masalah lansia mulai mendapat perhatian pemerintah dan masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi logis terhadap berhasilnya pembangunan, yaitu bertambahnya usia harapan hidup dan banyaknya jumlah lansia di Indonesia. Dengan meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan makin panjangnya usia harapan hidup sebagai akibat yang telah dicapai dalam pembangunan selama ini, maka mereka yang memiliki pengalaman, keahlian dan kearifan perlu diberi kesempatan untuk berperan dalam pembangunan. Kesejahteraan penduduk usia lanjut yang karena kondisi fisik dan/atau mentalnya tidak memungkinkan lagi untuk berperan dalam pembangunan, maka lansia perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan masyarakat(GBHN, 1993).
Berbagai upaya telah dilaksanakan oleh instansi pemerintah, para profesional kesehatan, serta bekerja sama dengan pihak swasta dan masyarakat untuk mengurangi angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortilitas) lansia. Pelayanan kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, dan lain-lainnya telah dikerjakan pada berbagai tingkatan, yaitu di tingkat individu lansia, kelompok lansia, keluarga, Panti Sosial Tresna Wreda (PSTW), Sasana Tresna Wreda (STW), Sarana Pelayanan Kesehatan Tingkat Dasar (primer), Sarana Pelayanan Kesehatan Rujukan Tingkat Pertama (sekunder) dan Sarana Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan (tersier) untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada lansia.
Perancangan Hari Lanjut Usia Nasional (HALUN) pada tanggal 29 Mei 1996 di Semarang oleh Presiden Soeharto merupakan bukti dan penghargaan pemerintah dan masyarakat terhadap lansia.
Pada sebuah provinsi di Cina disebutkan terhadap populasi lansia yang sebagian besar berusia lebih dari 100 tahun masih hidup dengan sehat dan sedikit sekali prevalensi kepikunannya. Menurut mereka, rahasianya adalah menghindari makanan modern, banyak mengonsumsi sayur dan buah, aktivitas fisik yang tinggi, sosialisasi dengan warga lainnya, serta hidup ditempat yang sangat bersih dan jauh dari polusi udara.
Hal ini merupakan tantangan bagi kita semua untuk dapat mempertahankan kesehatan dan kemandirian para lansia agar tidak menjadi beban bagi dirinya, keluarga, maupun masyarakat.
KONSEP LANJUT USIA
Berdasarkan definisi secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas (Setianto, 2004). Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan (Pudjiastuti, 2003). Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Hawari, 2001).
BATASAN UMUR LANJUT USIA
Berikut ini adalah batasan-batasan umur yang mencakupbatasan umur lansia dari pendapat berbagai ahli yang dikutip dari Nugroho (2000).
Ø Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab I Pasal I ayat 2 yang berbunyi ”Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.
Ø Menurut World Health Organization (WHO)
Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun
Lanjut usia (elderly) : 60-74 tahun
Lanjut usia tua (old) : 75-90 tahun
Usia sangat tua (very old) : > 90 tahun
Ø Menurut Prof. Dr. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad
Masa bayi : 0-1 tahun
Masa prasekolah : 1-6 tahun
Masa sekolah : 6-10 tahun
Masa pubertas : 10-20 tahun
Masa dewasa : 20-40 tahun
Masa setengah umur (prasenium) : 40-65 tahun
Masa lanjut usia (senium) : > 65 tahun
Ø Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI)
Lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi empat bagian sebagai berikut.
Pertama (fase iuvebtus) : 25-40 tahun
Kedua (fase virilitas) : 40-55 tahun
Ketiga (fase presenium) : 55-65tahun
Keempat (fase senium) : 65 hingga tutup usia
Ø Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro
Masa dewasa muda (elderly adulthood) : 18 atau 20-25 tahun
Masa dewasa penuh/maturitas (middle years) : 25-60 atau 65 tahun
Masa lanjut usia (geriatric age) : > 65 atau 70 tahun
· Masa lanjut usia (geriatric age) itu sendiri dibagi lagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old ( > 80 tahun).
Birren dan Jenner (1977) mengusulkan untuk membedakan usia antara usia biologis, usia psikologis, dan usia sosial. Usia biologis adalah usia yang menunjuk pada jangka waktu seseorang sejak lahirnya, berada dalam keadaan hidup, tidak mati. Usia psikologis adalah usia yang menunjuk pada kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya. Sedangkan, usia sosial adalah usia yang menunjuk kepada peran-peran yang diharapkan atau diberikan masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya.
KEADAAN LANSIA DI INDONESIA
Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena mempunyai jumlah penduduk dengan usia 60 tahun ke atas sekitar 7,18%. Pulau yang mempunyai jumlah penduduk lansia terbanyak (7%) adalah pulau Jawa dan Bali. Peningkatan jumlah penduduk lansia ini antara lain disebabkan karena tingkat sosial ekonomi masyarakat yang meningkat, kemajuan di bidang pelayanan kesehatan, dan tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat.
Tabel Jumlah Penduduk Lanjut Usia di Indonesia
Tahun | Usia Harapan Hidup | Jumlah Penduduk | % |
1980 | 52,2 tahun | 7.998.543 | 5,45 |
1990 | 59,8 tahun | 11.277.557 | 6,29 |
2000 | 64,5 tahun | 14.439.967 | 7,18 |
2006 | 66,2 tahun | + 19 juta | 8,90 |
2010 | 67,4 tahun | + 23,9 juta | 9,77 |
2020 | 71,1 tahun | + 28,8 juta | 11,34 |
Jumlah penduduk lansia pada tahun 2006 sebesar ± 19 juta jiwa dengan usia harapan hidup 66,2 tahun. Pada tahun 2010, diprediksi jumlah lansia sebesar 23,9 juta (9,77%) dengan usia harapan hidup 67,4 tahun. Sedangkan, pada tahun 2020 diprediksi jumlah lansia sebesar 28,8 juta (11,34%) dengan usia harapan hidup 71,1 tahun.
Usia harapan hidup yang semakin meningkat juga membawa konsekuensi tersendiri bagi semua sektor yang terkait dengan pembangunan. Tidak hanya sektor kesehatan tetapi juga sektor ekonomi, sosial-budaya, serta sektor lainnya. Oleh sebab itu, peningkatan jumlah penduduk lansia perlu diantisipasi mulai saat ini, yang dapat dimulai dari sektor kesehatan dengan mempersiapkan layanan keperawatan yang komprehensif bagi lansia.ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA
Asuhan keperawatan lansia adalah suatu rangkaian kegiatan dari proses keperawatan yang ditujukan kepada lansia. Kegiatan tersebut meliputi pengkajian kepada lansia dengan memerhatikan kebutuhan biofisik, psikologis, kultural dan spiritual; menganalisis suatu masalah kesehatan/keperawatan dan membuat diagnosis keperawatan; melaksanakan perencanaan; serta terakhir melakukan evaluasi.
Tujuan Pemberian Asuhan
Tujuan pemberian asuhan keperawatan pada lansia adalah sebagai berikut:
- Mempertahankan kesehatan serta kemampuan melalui jalan perawatan dan pencegahan
- Membantu mempertahankan serta memperbesar semangat hidup klien lansia
- Menolong dan merawat klien lansia yang menderita penyakit
- Meningkatkan kemampuan perawat dalam melakukan proses keperawatan
- Melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri dengan upaya promotif, preventif dan rehabilitatif
- Membantu lansia menghadapi kematian dengan damai dan dalam lingkungan yang nyaman.
Sasaran
Sasaran asuhan keperawatan pada lansia adalah klien lansia yang berada di keluarga, panti (sebagai individu atau kelompok), juga kelompok masyarakat (posyandu lansia/karang wreda).
Faktor-faktor yang Harus Dipertimbangkan dalam Memberikan Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan pada lansia merupakan proses yang kompleks dan menantang. Oleh karena itu, ada faktor-faktor yang harus dipertimbangkan seperti di bawah ini:
1. Hubungan timbal balik antara aspek fisik dan psikososial pada lansia
2. Efek dari penyakit dan ketidakmampuan/keterbatasan (disability) pada status fungsional
3. Menurunnya efisiensi dari mekanisme homeostasis
Contoh:respons terhadap stres menurun sehingga mudah terinfeksi dan sulit mengahadapi kematian pasangan
4. Kurang/belum adanya standar keadaan sehat atau skaitdari klien
5. Perubahan respons terhadap penyakit dimana tanda dan gejalanya tidak spesifik terhadap pengobatan
6. Kerusakan fungsi kognitif
Contoh: pelupa (memory loss), bingung.
Hal-hal yang Perlu Mendapat Perhatian dalam Menjalin Hubungan dengan Lansia
Hal-halyang Perlu Mendapat Perhatian dalam Menjalin Hubungan dengan Lansia adalah sebagaiberikut:
1. Lingkungan (fisik dan psikologis)
Ø Siapkan area yang adekuat.contoh: klien di kursi roda
Ø Suasana tenang dan tidak ribut/bising. Contoh: suara TV, radio
Ø Nyaman dan tidak panas
Ø Gunakan cahaya yang agak redup,hindari cahaya langsung
Ø Tempatkan pada posisi yang nyaman bila berganti posisi atau tanyakan apakah ingin di tempat tidur
Ø Sediakan waktu yang cukup dan air minum
Ø Privasi harus dijaga
Ø Perhitungkan tingkat energi dan kemampuan klien
Ø Sabar, rileks, dan tidak terburu-buru. Beri klien waktu untuk menjawab pertanyaan
Ø Perhatikan tanda-tanda kelelahan (mengeluh, respons menjadi lambat, mengerut, dan tersinggung)
Ø Rencanakan apa yang akan dikaji
Ø Melakukan pengkajian pada saat energi klien meningkat. Contoh: sehabis makan
2. Interviewer (sikap perawat: perasaan, nilai, dan kepercayaan)
Ø Mengetahui mitos-mitos seputar lansia
Ø Menjelaskan tujuan wawancara
Ø Menggunakan berbagai teknik untuk mengimbangi kebutuhan pengumpulan data dengan kepentingan klien
Ø Mencatat data harus seizin klien
Ø Pada awal interaksi perawat harus merencanakan bersama klien cara yang paling efektif dan nyaman
Ø Menggunakan sentuhan
Ø Sesuaikan situasi dan kondisi wawancara
Ø Bicara tidak terlalu keras
3. Klien
Beberapa kultur yang memengaruhi kemampuan klien untuk berpartisipasi sangat berarti dalam wawancara.
Faktor-faktor yang memengaruhi proses penuaan adalah hereditas, nutrisi, status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan dan stres.
Perawat harus menyadari faktor-faktor ini karena kemampuan lansia untuk mengkomunikasikan semua informasi penting sangat ditentukan oleh kelengkapan dan kesesuaian wawancara.
Proses Keperawatan Lansia
Proses keperawatan pada lansia meliputi hal-hal dibawah ini:
1. Pengkajian
Status kesehatan pada lansia dikaji secara komprehensif, akurat dan sistematis. Informasi yang dikumpulkan selama pengkajian harus dapat dipahami dan didiskusikan dengan anggota tim, keluarga klien, dan pemberi pelayanan interdisipliner.
Tujuan dari melakukan pengkajian adalah untuk menentukan kemampuan klien dalam memelihara diri sendiri, melengkapi data dasar untuk membuat rencana keperawatan, serta memberi waktu pada klien untuk berkomunikasi. Pengkajian ini meliputi aspek fisik, psikis, sosial, dan spiritual dengan melakukan kegiatan pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan pemeriksaan (CGA: comprehensive geriatric assessment).
Pengkajian pada lansia yang ada di keluarga dilakukan dengan melibatkan keluarga sebagai orang terdekat yang mengetahui tentang masalah kesehatan lansia. Sedangkan pengkajian pada kelompok lansia di panti ataupun di masyarakat dilakukan dengan melibatkan penanggung jawab kelompok lansia, kultural, tokoh masyarakat, serta petugas kesehatan.
Untuk itu, format pengkajian yang digunakan adalah format pengkajian pada lansia yang dikembangkan sesuai dengan keberadaan lansia. Format yang dikembangkan minimal terdiri atas: data dasar (identitas, alamat, usia, pendidikan, pekerjaan, agama dan suku bangsa); data biopsikososial, spiritual, kultural; lingkungan; status fungsional; fasilitas penunjang kesehatan yang ada; serta pemeriksaan fisik.
2. Diagnosis Keperawatan
Perawat menggunakan hasil pengkajian untuk menentukan diagnosis keperawatan. Diagnosis keperawatan dapat berupa diagnosis keperawatan individu, diagnosis keperawatan keluarga dengan lansia, ataupun diagnosis keperawatan pada kelompok lansia.
Masalah keperawatan yang dijumpai antara lain gangguan nutrisi: kurang/lebih; gangguan persepsi sensorik; pendengaran, penglihatan; kurangnya perawatan diri; intoleransi aktivitas;gangguan pola tidur; perubahan pola eliminasi; gangguan mobilitas fisik; risiko cedera; isolasi sosial; menarik diri; harga diri rendah; cemas; reaksi berduka; marah; serta penolakan terhadap proses penuaan.
Contoh diagnosis keperawatan lansia dengan masalah keperawatan gangguan sensori persepsi: penglihatan adalah sebagai berikut:
v Diagnosis keperawatan pada lansia secara individu: gangguan sensori-persepsi: penglihatan yang berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan.
v Diagnosis keperawatan pada keluarga dengan lansia: gangguan sensori persepsi: pada ibu S di keluarga bapak A yang berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat lansia dengan katarak.
v Diagnosis keperawatan pada kelompok lansia di panti: risiko cedera pada kelompok lansia di panti X yang berhubungan dengan penurunan penglihatan ditandai dengan 80% lansia di panti X mengatakan tidak dapat melihat jauh, 20% lansia di panti X pernah jatuh diselokan karena tidak melihat jalan dengan jelas, 80% lansia di panti X tampak lensa matanya keruh.
3. Rencana Keperawatan
Perawat mengembangkan rencana pelayanan yang berhubungan dengan lansia dan hal-hal lain yang berkaitan. Tujuan, prioritas, serta pendekatan keperawatan yang digunakan dalam rencana perawatan termasuk didalamnya kepentingan terapeutik, promotif, preventif, dan rehabilitatif.
Rencana keperawatan membantu klien memperoleh dan mempertahankan kesehatan pada tingkatan yang paling tinggi, kesejahteraan dan kualitas hidup dapat tercapai, demikian juga halnya untuk menjelang kematian secara damai. Rencana dibuat untuk keberlangsungan pelayanan dalam waktu yang tak terbatas, sesuai dengan respons atau kebutuhan klien.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun rencana keperawatan.
Ø Sesuaikan dengan tujuan yang spesifik di mana diarahkan pada pemenuhan kebutuhan dasar.
Ø Libatkan klien dan keluarga dalam perencanaan.
Ø Kolaborasi dengan profesi kesehatan yang terkait.
Ø Tentukan prioritas.klien mungkin sudah puas dengan kondisinya, bangkitkan perubahan tetapi jangan dipaksakan, rasa aman dan nyaman adalah yang utama.
Ø Sediakan waktu yang cukup untuk klien.
Ø Dokumentasikan rencana keperawatan yang telah dibuat.
4. Tindakan Keperawatan
Perawat melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana perawatan yang telah dibuat. Perawat memberikan pelayanan kesehatan untuk memelihara kemampuan fungsional lansia dan mencegah komplikasi serta meningkatkan ketidakmampuan. Tindakan keperawatan berdasarkan rencana keperawatan dari setiap diagnosis keperawatan yang telah dibuat dengan didasarkan pada konsep asuhan keperawatan gerontik.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada lansia:
a. Menumbuhkan dan membina hubungan saling percaya dengan cara memanggil nama klien.
b. Menyediakan penerangan yang cukup: cahaya matahari, ventilasi rumah, hindarkan dari cahaya yang silau, penerangan di kamar mandi, dapur, dan ruangan lain sepanjang waktu.
c. Meningkatkan rangsangan pancaindra melalui buku-buku yang dicetak besar dan berikan warna yang dapat dilihat.
d. Mempertahankan dan melatih daya orientasi realita: kalender, jam, foto-foto, serta banyaknya jumlah kunjungan.
e. Memberikan perawatan sirkulasi: hindari pakaian yang sempit, mengikat/menekan, mengubah posisi, dukung untuk melakukan aktivitas, serta melakukan penggosokan pelan-pelan waktu mandi.
f. Memberikan perawatan pernapasan dengan membersihkan hidung, melindungi dari angin, dan meningkatkan aktivitas pernapasan dengan latihan napas dalam (latihan batuk). Hati-hati dengan terapi oksigen, perhatikan tanda-tanda gelisah, keringat berlebihan, gangguan penglihatan, kejang otot, dan hipotensi.
g. Memberikan perawatan pada organ pencernaan: beri makan porsi kecil tapi sering, beri makan yang menarik dan dalam keadaan hangat, sediakan makanan yang disukai, makanan yang cukup cairan, banyak makan sayur dan buah, berikan makanan yang tidak membentuk gas, serta sikap fowler waktu makan.
h. Memberikan perawatan genitourinaria dengan mencegah inkontinensia dengan menjelaskan dan memotivasiklien untuk BAK tiap 2 jam serta observasi jumlah urine pada saat akan tidur. Untuk seksualitas, sediakan waktu untuk konsultasi.
i. Memberikan perawatan kulit. Mandi: gunakan sabun yang mengandung lemak, hindari menggosok kulit dengan keras, potong kuku tangan dan kaki, hindari menggarukdengan keras, serta berikan pelembap (lotion) untuk kulit.
j. Memberikan perawatan muskuloskeletal: bergerak dengan keterbatasan, ubah posisi tiap 2 jam, cegah osteoporosis dengan latihan aktif/pasif, serta anjurkan keluarga untuk membuat klien mandiri.
k. Memberikan perawatan psikososial: jelaskan dan motivasi untuk sosialisasi, bantu dalam memilih dan mengikuti aktivitas, fasilitasi pembicaraan, sentuhan pada tangan untuk memelihara rasa percaya, berikan penghargaan, serta bersikap empati.
l. Memelihara keselamatan: usahakan agar pagar tempat tidur (pengaman) tetap dipasang, posisi tempat tidur yang rendah, kamar dan lantai tidak berantakan dan licin, cukup penerangan, bantu untuk berdiri, serta berikan penyangga pada waktu berdiri bila diperlukan.
Tindakan keperawatan pada lansia yang berkaitan dengan kebersihan fisik; keseimbangan gizi; latihan fisik; seksualitas; eliminasi; istirahat; tidur; dan rasa nyaman; serta keseimbangan emosi dapat dilihat pada penjelasan berikut ini:
a. Kebersihan fisik
Ø Kebersihan mulut dan gigi
Kebersihan mulut dan gigi harus tetap dijaga dengan menyikat gigi dan kumur-kumur secara teratur meskipun sudah ompong.
Bagi lansia yang masih mempunyai gigi agak lengkap dapat menyikat giginya sendiri dua kali sehari pada pagi dan malam sebelum tidur.
Bagi lansia yang menggunakan gigi palsu (protesa) dapat dipelihara dengan cara:
1. gigi palsu dilepas, kemudian dikeluarkan dari mulut dengan menggunakan kasa atau saputangan yang bersih
2. selanjutnya gigi palsu disikat perlahan-lahan di bawah air mengalir sampai bersih. Bila perlu dapat menggunakan pasta gigi/odol
3. pada waktu tidur, gigi palsu tidak dipakai dan direndam dengan air bersih di dalam gelas.
Persiapan alat:
- sikat dan pasta gigi; air bersih dalam gelas untuk berkumur
- kom untuk membuang air kumur
- handuk
Cara kerja:
- jelaskan prosedur pada klien
- perhatikan privasi klien
- dekatkan alat-alat
- cuci tangan
- berikan posisi yang nyaman
- handuk direntangkan sehingga menutup dada untuk menjaga agar tidak basah
- sikatlah gigi secara perlahan-lahan mulai dari bagian luar. Lalu ke dalam dan ke belakang gigi. Menyikat dari atas ke bawah untuk gigi bagian atas dan menyikat dari bawah ke atas untuk gigi bagian bawah agar kotoran/sisa makanan dapat tersapu
- berikan air bersih untuk kumur-kumur sampai bersih
- sisa air kumur ditampung dalam kom yang sudah disiapkan
Referensi
Mubarak, Wahit. chayatin, nurul. adi santoso, bambang. 2009. ilmu keperawatan komunitas konsep dan aplikasi. Jakarta: salemba medika
R. Siti Maryam, Mia Fatma Ekasari dkk. 2008. Mengenal Usia lanjut dan perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
Watson, Roger. 2003. Perawatan Pada Lansia. Jakarta. EGC
Darmojo, R. boedhi. 2004. Buku Ajar Geriatric, Ilmu Kesehatan Usia Lanjut,Edisi 3. Jakarta : FKUI
Stanlley, mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik, Edisi 2. Jakarta : EGC
Dosen Pembimbing : Bpk. Antonius Catur S.Kep, Ns.
Langganan:
Postingan (Atom)